Sirene mobil ambulans yang kutumpangi meraung-bergaung sepanjang jalan. Ban mobilnya berdecit-decit dalam kulit kelokan. Mobil-mobil menyingkir membuka tabir jalan. Ambulans terus berlari sambil membawa isteriku yang sedang pingsan. Aku memegangi tangannya yang lemah. Mulutnya berbusa. Matanya terpejam.
Mobil
berwarna putih itu terus lurus, meluncur. Kemudian berbelok tajam
dalam kelok jalan sebuah halaman rumah sakit. Setelah berhenti para
perawat yang telah menanti dengan kereta dorong disampingnya, masuk
ke dalam mobil. Mereka langsung memindahkan isteriku ke kereta dorong
itu dan membawanya ke masuk ke sebuah ruangan dengan tergesa.
“Bapak
tunggu saja di sini,” pinta perawat yang berhidung mancung.
“Tapi….”
“Iya,
saya mengerti. Bapak tunggu saja di sini,” katanya sambil menutup
pintu.
Aku
hilir mudik di depan ruangan itu. Gelisah. Tak tahu harus berbuat
apa. Hanya gumam-gumam doa yang dapat kupanjatkan. Tiba-tiba sebuah
dering merdu terdengar di telingaku. Aku meraba kantung celana. Dari
ibuku.