Fenomena Facebook demikian memikat. Perusahaan dan personal, pria dan wanita membuat account di situs pertemanan paling populer ini. Entah apa yang membuatnya demikian digandrungi. Mungkin penggunaannya yang user friendly dibandingkan dengan situs pertemanan lain (ini rasa subjektif saya yang berbicara).
Tapi ada juga kok sebuah pemikiran (suudzdzan lebih tepatnya), kenapa Facebook demikian populer. Apakah itu? Sebelum saya mengutarakannya, kita tentu ingat dengan kasus “pengharaman” (?) Facebook oleh MUI sebuah provinsi. Dan dari sinilah semuanya bermula. Media memuat secara gencar. Mereka membahasnya tiap waktu. Dan ini menjadi iklan yang gratis. Dampaknya masyarakat makin tahu apa itu Facebook.
Dan inilah yang menjadi suudzdzan yang tumbuh itu. Saya pikir kasus Facebook sama dengan seseorang yang membakar rumahnya untuk tujuan mendapatkan asuransi. Mungkinkah yang menggembargemborkan “pengharaman” Facebook itu adalah mereka sendiri dengan mendompleng media dan MUI?
Entahlah. Tapi seperti yang saya katakan itu adalah sebuah suudzdzan. Tidak didukung dengan data dan fakta. Saya mempunyai pemikiran demikian karena banyak situs pertemanan lain sebelum Facebook tapi rasanya kok tidak ada yang mempersalahkannya. Itu saja.
Okelah kita sudahi pembicaraan yang tidak berdasarkan data dan fakta itu. Dan sekarang beralih kepada sesuatu yang pasti saja. Apakah itu? Facebook mempunyai dampak positif. Secara tidak langsung Facebook, membuka lahan bisnis baru: warnet!
Pertanyaannya, betulkah itu karena Facebook? Ya menurutku ini karena Facebook. Karena media gencar memberitakannya. Masyarakat pun menjadi tahu. Mereka ingin mencoba. Dan seperti yang kita pahami, “satu-satunya” jalan untuk mengakses Facebook adalah melalui internet. Kebutuhan online pun meningkat. Selanjutnya sesuai dengan salah satu prinsip ekonomi ada permintaan, ada barang, maka inilah pula yang terjadi. Menjamurlah warnet yang menawarkan fasilitas untuk berselancar. Kalau dulu saya harus menempuh jarak hampir 6 km untuk dapat online, kini hanya perlu berjalan kaki tidak lebih dari 100 meter. Tidak hanya satu. Tapi ada empat warnet yang dekat dengan rumahku. Keuntungannya harga bersaing, malah ada yang menawarkan 5000 rupiah per 2 jam.
Hanya saja menjamurnya warnet kurang disikapi dengan bijak oleh sebagian masyarakat (anak muda dan anak-anak terutama di daerah kami). Memang internet menjadi akrab dalam keseharian mereka. Tapi apa dampaknya? Apa yang mereka akses? Hanya Facebook dan game online belaka!
Bahkan ada sebuah pengalaman “lucu”. Waktu itu ada yang menyapa ketika saya sedang on line di Facebook. Ia mengaku orang Surabaya. Usianya tidak berbeda jauh denganku. Ia bertanya apa pekerjaanku. Saya jawab, bahwa saya adalah penulis (meski baru satu buku, itu pun baru tandatangan MoU, belum jadi he-he-he.). Ia bertanya lagi sulit tidak menulis itu karena baginya sangat susah. Saya jawab sesuai dengan pengalaman yang pernah saya alami. Saya pun menyarankannya untuk mengikuti milis. Dan ini yang aku katakan “lucu” itu, ia bertanya, milis itu apa. (Dimana “lucu”-nya ya?) Hi-hi-hi, nggak, maksudku seperti yang saya tuliskan diatas, hanya Facebook yang ia akses.
***
Saya pertama kali mengenal Facebook dari sebuah milis. Salah satu peraturan yang dikemukakan di milis itu adalah bahwa tidak diperkenankan mengirim ajakan untuk mengikuti situs pertemanan. Jika dilanggar maka akan langsung dikeluarkan dari member. Begitulah peraturan yang disampaikan sang moderator. Dari sana saya jadi ingin tahu situs jejaring sosial itu. Dan dari sanalah saya mengenal Facebook. Meski tidak langsung Facebook, tapi berkelana di situs yang lain.
Di situs jejaring sosial itu banyak hal yang saya dapatkan. Menambah teman, menambah pengetahuan (ngintip catatan orang lain), bersilaturahmi dengan beberapa rekan yang jaraknya berjauhan.
Tapi ketika akan melanjutkan untuk terus memakainya, sebuah pertanyaan kecil muncul di benakku. Bagaimana sih hukum menggunakannya? Apakah benar “haram” seperti yang diutarakan oleh MUI? Dan bukankah segala sesuatu yang diperbuat manusia akan dimintakan pertanggungjawabkannya oleh Sang Maha Pemberi Amanah?
“Seorang anak Adam sebelum menggerakkan kakinya pada hari kiamat akan ditanya tentang lima perkara: (1) Tentang umurnya, untuk apa dihabiskannya; (2) Tentang masa mudanya, apa yang telah dilakukannya; (3) Tentang hartanya, dari sumber mana dia peroleh dan (4) dalam hal apa dia membelanjakannya; (5) dan tentang ilmunya, mana yang dia amalkan.” (HR. Ahmad)
Begitupun dengan Facebook yang saya gunakan. Berapa rupiah yang saya keluarkan, berapa waktu yang saya belanjakan, semuanya pasti akan diminta pertanggungjawabannya di akhirat nanti.
Saya pun kembali merenung. Hingga sebuah ayat Al Quran mengingatkanku:
“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.”
Itulah yang saya ingat. Itulah yang menjadi rujukan ketika saya hidup di dunia ini. Dan itulah pula yang menjalariku ketika berkenalan dengan Facebook. Jadi? Saya harus menggunakannya sebagai bagian dari sebuah kebaikan. Sebagai sarana untuk beribadah kepada Allah. Tapi bagaimanakah caranya? Awalnya saya (berencana) membuat sebuah grup bertema keislaman. Saya berencana memposting tulisan setiap hari. Menyeru kepada kebaikan. Mengingatkan umat manusia. Menyebarkan ayat Al Quran dan Hadits Nabi. Itulah pada mulanya.
Tetapi… setelah dipikir-pikir tentang kapasitas diri saya, niat itu saya urungkan. Memang saya telah selesai mengikuti perkuliahan di sebuah sekolah tinggi agama Islam. Tapi apakah saya layak untuk berdakwah di saat saya merasa masih jauh dari Islami? Bukankah Allah sangat tidak suka apabila kita mengatakan apa yang tidak kita kerjakan?
“Wahai orang-orag yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?
“(Itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan.”[1]
Jadi pembuatan grup itu untuk sementara saya undurkan dulu. Menunggu waktu yang tepat dan pemateri yang lebih layak. Lantas haruskah keinginan berdakwah serta menjadikan segala sesuatu yang ada di dunia ini dijadikan sarana beribadah itu mundur? Ya, tidak dong. Semua itu harus tetap dikobarkan. Terus solusinya? Karena belum siap untuk membuat grup dengan tema Islam, maka sebagai gantinya saya pun mengikuti grup sejenis yang telah ada. Grup-grup saya ikuti itu adalah
SAUDARAKU, PERASAANKU BUKANLAH KELINCI PERCOBAAN
1 JUTA FACEBOOKER DORONG BUNG TIFATUL UNTUK BLOKIR SITUS PORNO !!!!
1 MILLION STRONG FOR PALESTINE.
ISLAM
FIGHT AND FREE PALESTINE !
10.000.000 FACEBOOKERS MUSLIM (SIAP MENJAGA MASJID AL-AQSA)
SEJUTA FACEBOOKERS TOLAK MIYABI KE INDONESIA
FAHIM QUR'AN
TAHAJUD CALL
FACEBOOK MUST DELETE THE NEW GROUP "KORANIC TOILET PAPER ROLL"
BOIKOT FACEBOOK TANGGAL 24 OKT!!
QOLBUN SALIM
KOMUNITAS FACEBOOK MUSLIM PEDULI PENDIDIKAN INDONESIA
UHIBBUKA FILLAH | AKU MENCINTAIMU KARENA ALLAH | INBOX
I SUPPORT PALESTINA!
LUANGKAN WAKTU LEBIH LAMA UNTUK BACA ALQURAN DARI PADA BUKA FACEBOOK
HALAQAH THE GOLDEN TEACHER
WE ARE SUPPORT TO AGAINST THE VIRTUAL KHALWAT
ANTI - ISRAEL
Begitulah dakwah kecil-kecilan yang saya lakukan. Mengikuti grup yang bertemakan Islam yang membawa kebaikan serta turut aktif mengundang beberapa teman untuk mengikutinya. Untuk sementara ini hanya itu yang baru saya lakukan. Saya belum bisa memberikan tulisan yang inspiratif dan mengajak kepada kebaikan. Tapi saya berdoa, apa yang saya lakukan, sekecil apa pun itu, seperti air yang diberikan oleh seorang pelacur kepada seekor anjing. Menjadikannya diampuni dari semua dosa. Saya pun berharap apa yang saya lakukan adalah seperti cerita burung kecil yang berusaha memadamkan api yang membakar Nabi Ibrahim. Dengan paruhnya yang mungil ia terbang ke samudera, mengambil air, menyimpannya dan berusaha menjatuhkannya dari tempat yang sangat tinggi, berharap bisa memadamkan api itu. Seluruh binatang dan tumbuhan menertawakannya. “Bagaimana mungkin seumpil air dalam paruh kecil itu dapat memadamkan api?”
Mendengar ejekan itu sang burung menjawab, “Aku tahu aku tidak akan pernah bisa memadamkan api Namrud, tetapi aku ingin Allah Swt mencatat aku sebagai makhluk yang pernah berusaha memadamkannya.”
Begitulah harapanku. Aku ingin dicatat oleh-Nya sebagai orang yang pernah mengajak orang lain kepada kebaikan. Dan mudah-mudahan hal kecil yang saya lakukan itu, setiap detik yang belanjakan, setiap rupiah pulsa yang saya keluarkan, setiap gerakan tangan yang dilakukan, tidak pernah dilupakan oleh-Nya. Akan diingat sebagai syafaat. Akan menjadi penghapus dosa-dosa. Dari sana saya pun berdoa, mudah-mudah apa yang saya lakukan, menjadikan Allah Swt tidak lupa kepada saya ketika hari akhir tiba. Meski itu hanya sebuah emperan di surga. Tidak apalah.
Yuk, kita ikuti grup bertemakan keislaman! Ramaikan grup yang bertujuan dakwah dan kebaikan! Dan jangan lupa ajak saya di grup keislaman yang kalian ikuti!
Allahumma innaa nas’aluka ridlaaka wal jannah! Amien, Amien, Amien, ya Allah ya rabbal ‘alamien!
[1] QS As Saff : 2-3
0 komentar:
Posting Komentar